Minggu, 14 Februari 2010

Dinamika Iman Ayub: Let God be God


Francis Schaefer menyatakan bahwa secara inti, berita Injil dalam Perjanjian Lama bukanlah seperti yang kita pahami saat ini, yaitu Yesus mati bagi dosa-dosa kita tetapi inti berita Injil dalam Perjanjian Lama adalah God is there, Tuhan ada di sana – Dia mengontrol dan menguasai seluruh kehidupan manusia dan setiap bagian di dalamnya. Untuk memahami konsep God is there ini tidaklah mudah, dibutuhkan pergumulan iman yang cukup berani untuk melihat fakta tersebut dalam hidup kita. Kalau kita menelusuri kitab Ayub maka kita menemukan suatu kebenaran yang mengagetkan dan membuat kita tercengang bahkan mungkin dapat membuat iman kita tergoncang: Allah mengijinkan setan untuk mencobai anak-anak-Nya. Kita mengenal Allah sebagai Allah yang Maha Baik dan sekarang kita mendapati fakta bahwa Allah yang baik dan penuh dengan kemurahan itu adalah Allah yang juga mencobai anak-anak-Nya? Justru sangatlah mengherankan kalau kita tidak menjadi tergoncang ketika kita mengetahui kebenaran ini sebab kemungkinan dalam kasus seperti itu kita mencoba mencari-cari jawaban yang sifatnya superfisial, yaitu jawaban yang dapat menentramkan hati dan emosi kita.

Manusia mencoba menentramkan hati yang galau dengan bahasa-bahasa iman, yaitu apa yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan bagian dari rencana Allah yang sempurna (Rm. 8:28). Pertanyaannya sekarang adalah apakah semua upaya yang kita lakukan tersebut dapat menentramkan hati dan menyelesaikan semua permasalahan kita? Kalau kita mau jujur, sesungguhnya semua upaya yang kita lakukan seperti praktek keagamaan itu hanyalah usaha untuk menyembunyikan kegalauan akan pergumulan iman kita. Puji Tuhan, hari ini kalau kitab Ayub ini ada maka itu dimaksudkan untuk menjadi berkat bagi setiap kita akan realita pergumulan iman dari seorang anak Tuhan.


Tuhan pun memberikan label bahwa Ayub adalah seorang yang saleh, jujur, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Ayub selalu memberikan korban tiap kali anaknya selesai mengadakan pesta sejumlah anaknya sebab Ayub takut kalau-kalau anaknya itu berbuat dosa dan mengutuki Allah dalam hatinya. Kata “kutuk“ inilah yang dipakai iblis untuk mencobai Ayub (Ayb. 1:11) dan kata “kutuk“ ini juga dikutip oleh istri Ayub (Ayb. 2:11). Ketika Tuhan memberikan ijin pada iblis untuk mencobai Ayub maka tanpa membuang waktu lagi iblis langsung bekerja:
1) hanya dalam waktu satu hari Ayub kehilangan sepuluh anaknya dan seluruh hartanya habis lenyap,
2) seluruh tubuh Ayub dari telapak kaki sampai kepalanya ditimpa dengan sakit barah. Di satu sisi, Ayub adalahorang saleh dan takut akan Tuhan namun di sisi lain, Ayub juga mengalami kesulitan memahami: kenapa hanya dalam waktu singkat ia mengalami hal yang buruk?


Setiap orang pasti mengaminkan bahwa Allah adalah Allah yang pemurah dan baik, Allah yang memelihara tetapi orang mulai bereaksi ketika kita bertemu bahwa Allah yang sama itu pun menciptakan peluang orang-orang percaya untuk dicobai. Mengapa orang Kristen mengalami penderitaan? C. S. Lewis memberikan jawab atas pertanyaan yang diajukan tersebut dengan bertanya balik, so what? Adalah tidak adil kalau kita menyalahkan Ayub atas segala tindakannya ketika menghadapi pencobaan itu sebab pada saat itu Ayub tidak tahu kalau ada perjanjian antara Allah dengan iblis di dunia sana. Kita akan mencoba memikirkan dua hal yang menjadi problema dalam kitab Ayub, yaitu:

I. Natur Iman

Kalau kita mencoba menelusuri kehidupan Ayub, siapakah Ayub? Alkitab memberikan beberapa label: Ayub adalah orang kaya tetapi tidak materialis, orang yang saleh, takut akan Tuhan dan menjauhi kejahatan. Ayub taat melakukan segala sesuatu yang menjadi keinginan Tuhan. Setan pun mengakui kesalehan Ayub ini meski cara ia menyatakannya dengan cara negasi. Dengan kata lain, setan mau mengatakan bahwa iman Ayub hanyalah sejauh ia melihat kenyataan: Allah memberkati. Setiap orang Kristen pasti mengaminkan bahwa Allah adalah Allah yang hidup, Allah yang Maha baik dan Allah yang penolong. Namun perhatikan, semua pernyataan iman tersebut merupakan pernyataan iman di dalam tingkatan yang paling rendah dan lemah. Konflik iman Ayub ini dimulai pada saat Tuhan mengijinkan iblis untuk mencobainya namun letak permasalahannya adalah Ayub tidak tahu apa yang terjadi di dunia sana. Kita mungkin pernah mendengar bahkan mungkin kita alami sendiri, yakni seorang yang dulunya rajin melayani tapi keadaan menjadi berbalik, dia tidak lagi melayani bahkan mulai meninggalkan Tuhan. Apakah yang menjadi penyebab orang sampai pada kondisi yang terpuruk dan terhilang seperti itu?

Pertama, orang sudah masuk dalam jebakan filosofi setan yang berpusat pada diri, self center philosophy, yakni hidup Kristen yang patut dihidupi adalah hidup yang diberkati, hidup nyaman dan sukses. Maka tidaklah heran kalau Tuhan ambil maka dia akan langsung mengutuki Tuhan dan meninggalkan Tuhan. Orang mencari jawaban atas pertanyaan yang muncul dalam dirinya: bukankah Tuhan adalah Tuhan yang memberkati dan bukankah kita telah berbakti dan melayani Tuhan dengan giat lalu kenapa Tuhan tidak menolong dan malahan sepertinya Dia mengalihkan wajah-Nya? Bukankah konsep pemikiran yang sedemikian ini sama dengan iman daripada orang-orang yang percaya bahwa kalau gunung merapi meletus itu karena penunggu dari gunung merapi tersebut sedang batuk? sehingga mereka perlu mempersembahkan sesaji untuk menghentikannya. Kalau mereka mempersembahkan sesaji maka yang menjadi sesaji bagi orang Kristen adalah pelayanan kita maka ketika keadaan berbalik maka yang tinggal hanya kekecewaan dan 1001 pertanyaan mengapa yang muncul dalam pikiran kita. Hati-hati jangan terjebak akal licik setan yang sangat halus dan kelihatan rohani. Pertanyaannya sekarang adalah apakah Ayub menjadi pelengkap penderita ajang peperangan antara setan dengan Allah? Sesungguhnya dimanakah letak permasalahannya, apakah antara Tuhan dengan Ayub ataukah Tuhan dengan setan ataukah Ayub dengan setan? Letak permasalahannya adalah antara Tuhan dengan setan. Ingat, Tuhan adalah Tuhan yang berkuasa atas semesta maka Dia yang memegang kendali atas semesta tak terkecuali juga atas setan. Itulah sebabnya setan datang meminta ijin kepada Tuhan untuk mencobai Ayub. Hal ini membuktikan bahwa setan tidak mempunyai kuasa apapun atas hidup manusia. Hari ini kalau kita merasakan kekecewaan dan terpuruk maka percayalah semua itu ada dalam kontrol Tuhan, percayalah Tuhan tidak akan pernah meninggalkanmu.

Kedua, orang memakai pola relasi antara dirinya dengan orang lain dan dikenakan pada relasi antara Tuhan dengan dirinya. Seperti halnya, seorang anak ketika menginginkan sesuatu maka dengan segala cara ia akan berusaha bahkan merengek atau merayu pun dilakukannya demi untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dari ayahnya akan tetapi suatu hari ketika si ayah tidak lagi mengabulkan keinginannya maka si anak akan mencari orang terdekat lainnya, seperti ibunya. Hal ini menimbulkan kesan sepertinya si ayah kurang mengasihi dan pola ini pun juga dipakai untuk menggambarkan relasi kita dengan Tuhan. Kalau kita minta dan Tuhan memberikannya maka itu berarti Tuhan mengasihi dan dalam konteks itu nothing problem with my faith. Permasalahan mulai muncul ketika Tuhan tidak lagi mengabulkan lagi semua keinginan kita dan kita menganggap Tuhan kejam. Ide negatif tentang Tuhan yang muncul ini karena kita mengenakan pola hubungan relasi kita dengan sesama pada Tuhan maka tidaklah heran kalau orang yang dulunya aktif melayani kini mulai meninggalkan Tuhan. Ingat, relasi manusia dengan Tuhan berbeda dengan relasi manusia dengan sesama.

Ketiga, ketika manusia mendapati fakta bahwa Allah tidak lagi mengabulkan keinginannya maka orang mulai mereduksi konsep Allah sedemikian rupa. Orang ingin mendapatkan penjelasan dari Allah atas kejadian yang menimpa dirinya dan penjelasan tersebut haruslah dapat diterima dengan logika manusia sedemikian rupa sehingga dapat membuat dirinya tetap beriman. Allah ditaruh pada tempat dimana Allah yang harus memberikan pertanggungan jawab dan penjelasan atas segala hal yang terjadi di dalam hidup kita. Manusia telah mereduksi konsep Allah dimana posisi Allah menjadi sedemikian kecil bahkan dibanding dengan manusia. Ingat, Allah berhak untuk tidak memberikan jawaban atas semua pertanyaan manusia. Maka tidaklah heran ketika manusia tidak memperoleh jawaban dari Allah maka manusia menjadi kecewa dan mulai meninggalkan-Nya.

Beberapa orang menafsirkan Ayub ini hidup sejaman dengan Abraham, jadi sebelum Musa mendapatkan hukum Taurat, Ayub sudah mengerti tentang konsep ketaatan dan ia sudah menjalankannya dan Tuhan memuji ketaatan Ayub ini. Akan tetapi Ayub belum pernah masuk dalam pengalaman iman dimana Tuhan mengijinkan sisi lain itu terjadi. Ayub mencoba mencari jawaban: mengapa semua ini terjadi? Ayub tidak pernah menemukan jawabnya bahkan sampai akhir sebab jawaban itu milik Tuhan. Jelaslah bahwa posisi Ayub bukan posisi yang berada di medan pertempuran antara Tuhan dengan setan. Tidak! Tetapi Tuhan meletakkan Ayub pada suatu posisi ujian dan Tuhan tahu sampai dimana batas kemampuan Ayub, Tuhan tahu pasti, Ayub pasti tidak akan pernah menyangkali-Nya. Ray C. Steadman mencetuskan: iman Ayub adalah iman yang mau membaktikan diri pada Allah walaupun saat itu sulit untuk dilakukan. Tuhan Yesus telah memberikan teladan pada kita tentang iman yang seperti ini, yaitu ketika Dia berada di taman Getsemani dan pergumulan ini ditutup dengan suatu kalimat: bukan kehendak-Ku tetapi kehendak-Mu yang jadi. Inilah great faith, yakni ketika iman dalam kondisi terpuruk justru saat itulah kita tahu Tuhan menolong. Natur iman Ayub tidak berhenti hanya sampai pada suatu tingkatan iman yang hanya sekedar mengerjakan tuntutan dari Tuhan. Tidak! Iman Ayub masuk dalam suatu tingkatan yang lebih dalam.

II. Natur Allah

Dalam kitab Ayub, kita melihat Allah yang Maha Baik tetapi di sisi lain, kita mendapati Allah sebagai sosok pribadi yang inpersonal, pribadi yang dingin dan kejam. Sosok Allah seperti inilah yang disembah oleh Ayub dan kepada-Nya ia taat. Perhatikan, mengenal kehendak Allah dan mengenal Allah adalah dua hal yang berbeda. Sebab ada kemungkinan orang melakukan kehendak Allah tanpa mengenal Dia. Sebagai contoh, Musa sebelumnya hanya melakukan kehendak Allah tanpa ia mengenal Allah dan Musa bertindak sebelum waktu Tuhan akibatnya Musa ditolak oleh bangsanya sendiri. Pengenalan Musa dimulai ketika ia bertemu Tuhan di semak terbakar tetapi tidak hangus. Ketika Tuhan memerintahkan Musa untuk kembali ke Mesir dan menjadi pemimpin atas bangsa Israel, ia menolak karena ia takut mengalami sakit hati akibat penolakan untuk kedua kalinya. Musa melakukan kehendak Allah tanpa ia mengenal Allah. Paulus kepada jemaat Roma mengatakan kalau sesungguhnya mereka tidak mengenal Allah, mereka hanya melakukan kehendak-Nya. Orang yang demikian ini mempunyai tingkatan iman yang rendah. Seharusnya melakukan kehendak Allah merupakan ekspresi orang yang mengenal Allah. Dalam catatan akhir kitab Ayub kita menjumpai hal yang sangat mengejutkan (Ayb. 42:5-6). Dengan kata lain, Ayub mengakui bahwa tindakan ibadah yang dilakukannya selama ini adalah karena “kata orang“ sampai akhirnya melalui pergumulan iman yang panjang itu barulah Ayub mengenal Allah yang sejati. Inilah tujuan Allah mengijinkan iblis mencobai Ayub, yakni supaya iman Ayub mencapai satu tingkatan yang lebih tinggi. Kitab Ayub mau menyatakan bahwa Allah bukanlah seorang pribadi yang dengan kuasa-Nya bertindak semena-mena. Tidak! Allah adalah Allah yang peduli, Allah yang mengontrol segala sesuatu. Allah tidak akan pernah memberikan ijin pada setan untuk mencobai orang Kristen yang membawanya pada suatu posisi: semakin teguh imannya ataukah justru menjadi hancur. Tidak! Kalau Allah ijinkan iblis mencobai itu karena Allah tahu batas kemampuan kita.

Ayub mencoba mencari jawab atas kejadian yang menimpa dirinya dan ketiga teman Ayub tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan hatinya dan sampailah ia pada Allah. Tuhan pun menjawab seluruh pertanyaan Ayub dan jawaban itu berupa pertanyaan balik yang tajam kepada Ayub dan Tuhan menuntut jawaban dari Ayub (Ayb. 38 – 42). Menghadapi tantangan yang bertubi-tubi itu ia tidak dapat berkata-kata. Ayub pun mencabut perkataannya dan menyesalkan diri. Ayub adalah seorang yang jujur dan Tuhan memberikan jawaban yang jujur. Ayub bertemu dengan Tuhan yang berdaulat dan dia mengenal Tuhan yang sejati. Hati-hati, setan tidak berhasil membuat Ayub berdosa tetapi bukan berarti setan akan berhenti Tidak! Setan akan terus mencari orang yang dapat ditelannya (1Pet. 5:8). Hari ini, mungkin kita mengalami pergumulan iman yang berat dimana kita sulit mengenali Allah, namun ketahuilah Tuhan ada di sana, Dia mengendalikan seluruh aspek hidup kita, Dia akan menjagai kita. Sesungguhnya, tidak perlu bagi kita mendapatkan jawaban dari Tuhan. Asal sudah bertemu dengan Tuhan maka semua itu sudah cukup menghentikan seluruh pergumulan kita tentang Allah. Berarti iman kita tidak salah. Kitab Yak. 5:11 memberikan suatu kesimpulan tentang pergumulan Ayub, yakni Ayub disebut sebagai orang yang berbahagia karena ketekunannya atau yang diterjemahkan sebagai ketahanan (endurance, bhs Inggris). Allah telah memberikan peluang bagi Ayub untuk masuk dalam satu tingkatan iman yang lebih dalam dan lebih dalam lagi adalah juga Allah yang sama yang akan memberikan peluang bagi kita untuk masuk dalam tingkatan iman yang lebih tinggi lagi. Maukah saudara? Amin.

(sumber : Thomy J. Matakupan, http://sumberkristen.com/Kotbah/dinamika%20iman.htm)

Tidak ada komentar: