Sabtu, 24 Oktober 2009

Sejarah Gereja Umum


SEJARAH GEREJA I

1. Gereja Berada Dalam Pemerintahan Romawi
Wilayah kekaisaran Romawi mulai selat Gibraltar sampai sungai Frat, dan dari tanah Mesir sampai Inggris. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa pergaulan, yaitu bahasa Yunani yang pada zaman itu disebut bahasa Koine. Dalam wilayah agama Romawi yang luas itu terdapat sejumlah besar agama suku. Namun banyak orang tidak puas lagi dengan agama-agama yang lama dan mereka mencari jalan keselamatan dalam berbagai macam kepercayaan. Banyak juga yang memeluk agama Yahudi. Di Mesopotamia terdapat agama Babilonia dengan kepercayaannya kepada pengaruh takdir atas kehidupan manusia. Di daerah Iran terdapat agama Zoroaster yang oleh raja-raja Persia sesudah tahun 225 dijadikan agama Negara. Dari sudut kebudayaan yang paling menonjol adalah kebudayaan Hellenisme. Kebudayaan ini meneruskan kebudayaan Yunani dari zaman kejayaan kota Atena (abad 5 dan 3 sM). Selain itu ada upaya untuk mengawinkan agama Yahudi dengan Hellenisme, misalnya Philo dari Alexandria tahun 40.


Pada tahap awal, agama Yahudi yang paling besar mempengaruhi kehidupan gereja. Sebagaimana diketahui pada abad pertama Masehi bangsa hidup hidup terserak di wilayah kekaisaran Romawi dan di luar wilayah tersebut. Yang tinggal di Palestina hanya sekitar 1 juta orang. Hubungan orang Yahui dengan bangsa-bangsa lain waktu itu kurang harmonis. Ketaatan orang-orang Yahudi kepada Taurat menyebabkan mereka harus hidup terasing dari orang-orang di sekitarnya. Orang-orang Yahudi menganggap di luar agama mereka sebagai agama politheis. Walau demikian, banyak juga orang yang bukan Yahudi justru tertarik kepada agama Yahudi yang monotheistis. Mereka yang memeluk agama Yahudi tersebut disebut orang-orang proselit.

Filsafat zaman Yunani-Romawi berusaha memberi pegangan baru kepada manusia. Salah satu filsafat Yunani yang berpengaruh adalah filsafat Platonisme. Aliran ini berasal dari Plato (375 sM). Pada abad III aliran ini mendapat bentuk yang baru dalam filsafat Platonis, yang diberi nama “Neo-Platonisme”. Ciri-ciri utama filsafat Platonisme adalah bahwa Allah berada jauh tak terhingga di atas dunia dan manusia. Tentang Dia tidak dapat diungkapkan dengan apapun: Ia tidak bergerak, tidak bertindak, tidak memperkenalkan diri, tidak mempunyai nama. Tetapi dari padaNya mengalir Nous (= roh, pemikiran). Selain itu juga mengalir Logos (=firman) yang menyatakan Nous Allah di dalam roh manusia dan dalam tata-tertib dunia ini. Nous dan Logos merupakan pengantara antara Allah dengan manusia serta dunia. Mereka bersifat ilahi, tetapi kadar “keilahiannya” tidak sampai kepada kesempurnaan mutlak. Jadi dalam filsafat ini hakikat Allah dipahami secara bertingkat.

2. Abad Pertama Sejarah Gereja
Dalam perkembangan ajarannya, gereja akhirnya menyadari bahwa ketaatan kepada hukum Taurat tidak boleh lagi dianggap sebagai syarat mutlak untuk memperoleh keselamatan. Pemahaman itu menyebabkan gereja tidak lagi membatasi dirinya kepada orang-orang Yahudi. Gereja meluas dan masuk di tengah-tengah dunia orang bukan Yahudi. Jadi sebelum itu orang Kristen pertama terdiri orang-orang Yahudi, yang mana mereka tetap mengunjungi Bait Allah serta sinogoge, dan mereka mentaati hukum Taurat. Ketika gereja dapat berhasil berkembang ke dalam dunia orang kafir, gereja menghadapi persoalan teologis. Bagaimana dengan orang-orang Kristen bukan Yahudi itu? Orang-orang Kristen mentaati hukum Taurat. Apakah orang-orang Kristen bukan Yahudi juga harus mentaati hukum Taurat? Dalam hal ini sikap Paulus sangat tegas, bahwa tidak perlu bagi orang-orang Kristen untuk mentaati hukum Taurat sebagai syarat untuk memperoleh keselamatan. Tetapi banyak orang Kristen-Yahudi yang tetap mempertahankan Taurat sebagai syarat keselamatan (Gal 2-3) sebagai syarat keselamatan. Kelompok ini disebut sebagai orang-orang Yudais.

Pada awal perkembangan gereja, salah satu pusat PI yang utama adalah Antiokhia. Di sini pertama kali muncul jemaat yang terdiri dari orang-orang kafir (Kis. 11:20). Jemaat ini dipakai Tuhan sebagai alat untuk membawa Injil ke daerah-daerah yang lebih jauh. Utusan jemaat Antiokhia yang terkenal adalah Paulus. Ia mengabarkan Injil di wilayah Asia Kecil (sekarang Turki) dan di Yunani (45-57). Pengaruh agama Kristen yang paling besar adalah Asia Kecil. Bila PI tidak mudah bergerak ke Timur. Sebab orang menghadapi rintangan berupa tapal batas antara kekaisaran Romawi dan kerajaan Persia. Kedua Negara ini saling berperang. Selain itu bahasa Yunani jarang dipakai di Timur, dan kebudayaan Hellenisme kurang berpengaruh di Timur.

Cara pengungkapan iman Kristen pada abad II menggunakan Didache (= pengajaran). Salah satu tulisan yang terkenal sesudah zaman para rasul adalah Didache yang ditulis di Siria (tahun 100). Kitab ini singkat seperti surat Yakobus. Isi kitab Didache adalah pembaca dihadapkan pilihan jalan kehidupan dan jalan maut. Juga berisi kebiasaan-kebiasaan berpuasa, berdoa, ibadah khususnya perayaan sakramen-sakramen, dan tata-gereja). Dalam kitab Didache, agama Yahudi dan kebiasaan-kebiasaan orang Yahudi ditolak dengan keras, sedangkan corak pemikiran dan inti agama Yahudi tetap dipertahankan. Selain Didache terdapat pula surat-surat yang ditulis oleh Bapa-bapa gereja, seperti Ignatius (tahun 110). Ia menulis 7 surat kepada beberapa jemaat di Asia Kecil bagian Barat dan kepada jemaat di Roma. Juga terdapat surat dari Yustinus Martir (tahun 165). Dari ajarannya, Yustinus Martir sangat dipengaruhi oleh filsafat Stoa tentang konsep Logos, sehingga Yesus dipandang sebagai mediator Ilahi yaitu menjadi pengantara antara Allah dan dunia. Karena itu Kristus berada di bawah Allah. Selain itu terdapat tokoh bernama Bardaisan (tahun 154-222) yang dahulu seorang bangsawan dari Edessa. Ia sangat terpengaruh oleh astrologi (ilmu nujum) dari Babilonia kuno yang percaya bahwa bintang-bintang mempengaruhi kehidupan manusia. Setelah menjadi Kristen, Bardaisan merumuskan jawabannya dalam bukunya yang berjudul “Takdir”. Walau ia percaya pada pengaruh bintang, tetapi ia juga menekankan sikap manusia yang menentukan.

Pada zaman PB telah tersusun konsep Tata-Gereja. Di setiap jemaat terdapat penatua (presbuteroi). Dari antara mereka dipilih para penilik (episkopoi) yang dibantu oleh Diaken-Diaken (diakonoi). Di samping itu terdapat pula pengajar dan nabi. Mereka tidak dipilih tetapi dihormati karena memiliki karunia-karunia Roh yang dianugerahkan. Tampaknya golongan ini sangat berpengaruh. Semula dalam gereja awal tidak terdapat perbedaan tingkat, tetapi sekitar tahun 100 para “penilik” mulai menganggap para pelayan yang lain sebagai bawahannya. Karena itu kemudian ditetapkan suatu hirarkhi (urutan pangkat): penilik-penatua-diaken. Kemudian agar lebih praktis, pimpinan dilaksanakan oleh satu orang, maka mulailah lazim ada satu Penilik untuk seluruh jemaat. Kelak jabatan Penilik ini berubah menjadi Uskup. Sehingga Uskuplah yang berkuasa dalam jemaat bagai seorang raja dalam wilayah kerajaannya. Bila timbul masalah berat, para Uskup dari tiap-tiap jemaat tersebut berkumpul dalam rapat sinode. Sinode pertama dari para Uskup diadakan tahun 180. Dalam sistem ini di mana Uskup-Uskup bersama-sama berkuasa dalam gereja disebut dengan “Episkopalisme”. Sistem pemerintahan gereja ini masih terdapat dalam gereja Orthodoks-Timur (di Rusia dan Eropa Tenggara) dan dalam Gereja Anglikan. Mula-mula gereja di Eropa Barat memakai sistem Episkopal, tetapi Uskup Roma yang disebut Paus mengklaim memiliki seluruh kekuasaan, sehingga ia memerintah atas Gereja Katolik Roma.

3. Tantangan Gnostik dan Sikap Gereja
Kata “gnostik” berasal dari kata Yunani “gnosis” = pengetahuan. Mereka merasa memiliki pengetahuan baru dan jauh lebih tinggi dari iman Kristen. Mereka beranggapan bahwa dunia yang penuh penderitaan ini tidak mungkin berasal ciptaan Allah yang baik. Tubuh dipandang sebagai yang hina dan kotor. Karena itu Kristus datang ke dunia bukan untuk menebus tubuh manusia, tetapi jiwa manusia yang dahulu adalah suci. Karena itu pula Yesus dianggap hanya memiliki tubuh maya, bukan tubuh yang sesungguhnya. Yesus tidak mati sungguh-sungguh di kayu salib. Ia menebus manusia bukan dengan kematianNya, tetapi dengan pengajaranNya. Untuk selamat manusia harus melakukan askese dan mistik, yaitu usaha untuk membuka hubungan yang langsung dengan Allah dan jiwa yang bersifat ilahi itu. Orang-orang Gnostik ini menyusun beberapa “Injil” antara lain “Injil Thomas”. Di dalamnya terdapat kata-kata Yesus yang asli, tetapi kemudian kata-kata Yesus diolah sedemikian rupa untuk membenarkan ajaran/pandangan Gnostik. Tentunya bagi gereja, Gnostik merupakan tantangan yang sangat berat. Itu sebabnya dalam surat-surat rasul Paulus, bahkan Injil Yohanes kita dapat melihat pergulatan tersebut.

Untuk melawan ajaran Gnostik itu para bapa gereja mendirikan 3 strategi, yaitu membuat kanon Alkitab, Pengakuan Iman, dan Uskup. Dalam penyunanan Kanon (= ukuran, patokan) gereja sudah memiliki PL. Karena itu gereja tidak membuang PL untuk menyatakan kebenaran Allah. Injil dan surat-surat para rasul dinyatakan sebagai firman Allah. Untuk itu gereja harus membuat pilihan, kitab atau surat yang manakah benar-benar berasal dari murid Tuhan. Pada tahun 200 telah tersusun daftar PB sebagai kanon. Selain itu gereja juga membuat ringkasan pokok-pokok kepercayaan yang menjadi pegangan jemaat. Pengakuan iman yang tertua: ”Yesus adalah Tuhan” (I Kor. 12:3). Kemudian pengakuan itu berkembang menjadi Pengakuan Iman Rasuli.

Soal Uskup menjadi penting peranannya karena ia dianggap berwenang mengartikan ajaran Alkitab. Sebab mereka dipandang sebagai pengganti para rasul. Uskup-uskup inilah yang kemudian meneruskan ajaran iman Kristen kepada jemaat. Hanya kemudian timbul persoalan: siapa yang berkuasa: Kanon Alkitab ataukah Uskup? Gereja Roma menganggap Uskup Roma yaitu Paus sebagai pengganti rasul Petrus sehingga Paus memiliki wewenang untuk menafsirkan Alkitab. Reformasi abad XVI memprotes anggapan tersebut. Reformasi menegaskan bahwa penahbisan para pejabat gereja tidak terlepas dari firman Allah. Pandangan gereja-gereja Reformatoris tersebut tidak diterima oleh gereja Katolik Roma, gereja Orthodoks Timur dan Anglikan yang berpegang pada pewarisan jabatan rasul-rasul selaku dasar kekuasaan jabatan.

Dengan ketiga “benteng” tersebut (kanon, pengakuan iman, uskup) dalam perkembangannya gereja merasa sudah “establish”, sehingga banyak orang Kristen tidak memiliki kerinduan akan kedatangan Tuhan Yesus seperti zaman para rasul. Karena itu muncullah gerakan Montanisme. Dalam ajaran Montanisme menekankan: harapan lama akan kedatangan Tuhan kembali, karunia-karunia Roh, disiplin gerejawi yang keras. Dalam hal ini Montanus (tahun 160) menyatakan bahwa di dalam dirinya sudah datang Roh Penolong yang dijanjikan oleh Yesus (Yoh. 14:6, 26). Dua wanita yang mendampinginya. Isi pernyataan mereka disampaikan dalam bahasa lidah, yang isinya bahwa akhir dunia sudah sampai. Karena itu jangan lagi kawin, tetapi berpuasalah dan tinggalkanlah dunia untuk berkumpul di Pepuza (sebuah desa di Asia Kecil) karena di sana Tuhan akan segera mendirikan Yerusalem yang baru. Orang berbondong-bondong datang sesudah menjual segala harta-bendanya. Mereka rajin mencatat pernyataan-pernyataan dari mulut pemimpin mereka dan menganggap setara dengan Alkitab. Tetapi ternyata pada hari yang ditentukan hari Tuhan tidak datang. Walau demikian, gerakan Montanisme tetap hidup dan tersebar ke berbagai propinsi. Gerakan ini bertahan sampai abab IV, lalu hilang. Tetapi di kemudian hari timbul kembali.

4. Penganiayaan dan Penghormatan
Semula gereja dianiaya, dihambat dan secara sistematis berusaha dihancurkan sampai tahun 250. Saat itu Negara mengambil inisiatif untuk secara sistematis memusnahkan agama Kristen. Dalam hal ini kaisar Decius (250) dan kaisar Diocletianus (300) adalah para tokoh yang sangat membenci agama Kristen. Tetapi keadaan berubah sejak kaisar Konstantinus Agung (312-337) dengan mengeluarkan edit Milano (313). Sikap Konstantinus berubah ketika sebelum melakukan pertempuran untuk merebut takhta di Roma (312) ia melihat sinar terang dalam bentuk salib di langit, disertai perkataan: “dengan tanda ini engkau akan menang”. Sesudah berhasil merebut takhta, maka pada tahun 313 ia mengumumkan gereja memperoleh kebebasan penuh. Malahan semua milik gereja yang telah dirampas selama penghambatan harus dikembalikan. Pada waktu pengumuman edik Milano tersebut, Konstantinus belum menjadi Kristen. Dalam perkembangannya gereja mulai dianakemaskan. Negara memberi banyak uang untuk mendirikan gedung-gedung gereja yang baru. Selain itu Negara juga memaksa semua anggota sekte Kristen untuk masuk menjadi anggota gereja. Pada tahun 380 kaisar Theodosius mengeluarkan peraturan bahwa segenap rakyat harus menganut agama Kristen, yaitu agama Kristen Orthodoks. Walau di sisi lain para kaisar mendukung gereja, tetapi pada sisi lain mereka juga ingin memperoleh pengaruh dari gereja. Mereka berusaha agar para Uskup yang dipilih adalah mereka yang memihak kepada pemerintah. Gereja harus mengutuk musuh-musuh kaisar. Apabila terjadi persoalan dalam gereja, kaisar ikut campur dan dapat membuang tokoh-tokoh yang yang tidak disukai. Dengan keadaan itu gereja menjadi kaya raya dan jumlah orang Kristen menjadi melonjak drastis. Keadaan itu tidak membuat banyak orang Kristen puas, karena itu mereka memilih pergi hidup menyendiri untuk beraskese. Mereka prihatin karena banyak orang Kristen mengabaikan hidup penyangkalan diri sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Karena itu lahirlah biara dalam kehidupan gereja.
KURSUS SABAT
SEJARAH GEREJA II


Teologia dan Kepercayaan Abad Pertengahan
Ciri teologia dan kepercayaan abad pertengahan pada prinsipnya merupakan suatu kompromi antara ajaran Alkitab dengan filsafat Yunani, dan juga suatu kompromi antara kesalehan yang bersifat alkitabiah dengan agama kafir (Yunani dan Romawi yang tersebar di Eropa sebelumnya datangnya agama Kristen. Sebagaimana diketahui sesudah tahun 1000, orang-orang Eropah Barat mulai memperhatikan kembali tulisan filsafat Yunani khususnya tulisan dari Plato dan Aristoteles. Karena pengaruh itu gereja berusaha untuk menyelaraskan ajaran gereja dengan filsafat Yunani. Aliran teologia inilah yang kita sebut dengan teologia Scholastik.

Sikap gereja yang lebih cenderung untuk menyelaraskan dengan filsafat Yunani, karena pada zaman itu filsafat Yunani terutama Plato dan Aristoteles begitu berpengaruh. Keadaaan itu merupakan ancaman bagi gereja. Bahayanya lebih besar dari pada masalah dan ancaman dari para bidat. Padahal filsafat Aristoteles dan Plato memiliki pemikiran yang sangat berbeda dengan ajaran Alkitab. Jalan keluar yang ditempuh oleh gereja adalah menyelaraskan ajaran gereja dengan filsafat Yunani. Tokoh terkemuka dalam sejarah teologia Scholastik adalah Thomas Aquino (1225-1274), seorang rahib anggota ordo Dominikan. Ia berhasil menampung azas-azas filsafat dalam suatu sistem teologia. Karya utamanya berjudul: Summa Theology. Menurut Thomas, apa yang telah diajarkan oleh para filsuf memang benar, tetapi hanya merupakan kebenaran tingkat bawah/kodrati. Sedang dalam Alkitab, kita dapat menemukan kebenaran adikodrati. Ciri penulisan dari Thomas Aquino adalah ia berbicara tentang Allah dengan menggunakan filsafat Plato dan Aristoteles. Juga terlihat pemikiran Thomas tentang manusia. Menurut iman Kristen, manusia telah dirusak oleh kuasa dosa sehingga ia tidak dapat berbuat sesuatu yang berkenan kepada Allah. Sebaliknya dalam pemikiran Yunani, manusia dipandang secara lebih optimistik. Dalam teologia Scholastik, kedua pandangan tersebut diselaraskan. Allah dan manusia bekerja sama. Manusia tidak dapat menghasilkan perbuatan yang benar. Tetapi Allah mencurahkan anugerahNya ke atas manusia. Anugerah itu adalah suatu kekuatan adikodrati yang disalurkan kepada manusia melalui sakramen. Di antara sakramen-sakramen yang berjumlah 7 tersebut, yang terpenting adalah sakramen Ekaristi.


Kehidupan Gereja Akhir Abad Pertengahan
Selama abad Pertengahan, gereja menekankan agar kepercayaan dan kesalehan dihubungkan dengan sakramen. Pola pendekatan ini dianggap kaku. Sebab kasih karunia Tuhan dapat diperoleh secara otomatis melalui sakramen, perbuatan-perbuatan amal, bahkan kadang-kadang dengan hanya membayar uang, tanpa perubahan hati yang sungguh-sungguh. Karena itu ada beberapa upaya yang menghayati kasih-karunia Tuhan dengan cara mengabdi dan mencari Tuhan dengan segenap hati. Ada 3 cara yang berkembang, yaitu:
a. Mencari Tuhan dengan jalan mistik (tokohnya: Bernhard dari Clairvaux, Eckhart).
b. Mencari Tuhan dengan mendengarkan firmanNya dan memberi kritik terhadap teologia dan kepercayaan gereja pada waktu itu (benih-benih kritik dari para perintis Reformasi, yaitu: Wyclif dan Yohanes Hus).

c. Kembali kepada suasana gereja lama/perdana dan kritik terhadap teologia dan kepercayaan resmi yang tidak sesuai dengan kehidupan gereja perdana (kaum humanis).


Tetapi yang tampak pada akhir abad Pertengahan adalah munculnya tokoh-tokoh mistik, yaitu Bernhard dari Clairvaux (1150) dan Eckhard (1300). Mereka mengajarkan agar manusia dapat mengalami dan merasai Allah secara langsung. Pengalaman ini bukanlah soal akal, tetapi dalam persekutuan mistis dengan Dia sehingga keakuan manusia hilang tenggelam di dalam ke-Allah-an. Dasar pemikiran mistis, karena jiwa manusia bersifat ilahi dan kembali ke asalnya. Tetapi perlu ditegaskan, bahwa para mistikus Kristen pada umumnya tetap mempertahankan perbedaan antara Khalik dengan manusia sebagai mahluk. Bernhard sangat terkesan dengan kemanusian dan kelemahan Kristus. Karena itu ia mengajarkan bahwa jiwa manusia akan mencapai kesatuan dengan Kristus melalui 3 tahap, yaitu: a). Bila melihat Kristus, jiwa itu akan menyesali dosa dan bertobat, b). jiwa itu memikirkan dan mencoba meneladani kasih Kristus yang tampak dalam penderitaanNya, c). jiwa itu dilimpahi dengan kasih Kristus dan dinyalakan oleh api kasihNya. Sedangkan Eckhard lebih berani berbicara tentang kemungkinan persatuan jiwa dengan Allah. Pada tingkat kesadaran dan persatuan yang tertinggi, manusia dapat begitu dekat dengan Allah sehingga tidak dapat dibedakan lagi denganNya.

Di samping itu telah berkembang para perintis Reformasi, yaitu Wyclif dan Yohanes Hus. Menurut para perintis reformasi ini, Alkitab harus merupakan pusat perhatian dari Gereja, karena itu Wyclif (1350) menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris. Mereka juga mengecam kekayaan yang ditumpuk oleh gereja dan kekuasaan kaum klerus atas kaum awam, serta menolak ajaran transubtansiasi.

Sedang kaum humanis yang ingin kembali ke suasana gereja perdana, salah seorang tokohnya adalah Erasmus (1500). Aliran humanisme sudah muncul sejak abad XIV. Mereka menginginkan agar orang-orang Kristen mencari kebaikan bukan dengan berbagai macam upacara dan latihan lahiriah; melainkan dengan mempelajari Alkitab dan mengikuti teladan Kristus dengan kerendahan hati dan pelayanan kepada sesama manusia. Karena itu kaum humanisme menerbitkan Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani, dan menghidupkan kembali studi bahasa asli Perjanjian Lama yaitu bahasa Ibrani.

Secara umum gereja mengalami kemerosotan moral khususnya para pimpinan gereja termasuk Paus melakukan berbagai tindakan yang immoral. Selain itu gereja makin terancam dengan majunya orang-orang Turki yang berhasil merebut kota Konstantinopel tahun 1453, sehingga kekaisaran Romawi Timur hilang dan kemudian orang-orang Turki juga berhasil menduduki seluruh Eropa Tenggara. Sehingga Gereja Orthodoks Timur akhirnya tunduk ke bawah kekuasaan Islam kecuali di Rusia sampai abad XIX.


Reformasi Gereja: Martin Luther
Reformasi gereja lahir dan berkembang di dalam lingkungan gereja dan masyarakat Eropa Barat. Khususnya reformasi tersebut dicetuskan melalui hasil pergumulan seorang rahib Jerman yaitu Martin Luther. Waktu itu cita-cita tentang persatuan semua orang Kristen di bawah pimpinan Paus telah pudar. Martin Luther lahir tanggal 10 Nopember 1483 dan dibesarkan dalam suatu keluarga yang setia kepada gereja Roma Katolik. Umur 21 tahun, Luther memutuskan studinya dan menjadi seorang rahib. Pada tahun 1505 ia masuk biara yang paling keras aturannya, yaitu biara ordo Agustin. Tahun 1507 ia ditahbiskan menjadi seorang Imam. Tahun 1510 ia dikirim ke Roma untuk mengurus perkara bagi ordo Agustin. Setelah itu dua tahun kemudian dia memperoleh gelar doctor dalam bidang Alkitab. Luther seorang rahib yang sangat serius, tetapi ia gelisah soal keselamatannya: “bagaimanakah aku bisa mendapat rahmat Allah”. Sekitar tahun 1514, Luther menemukan jalan keluar dari kesusahannya itu yaitu ketika ia membaca Rom. 1:16-17. Saat itu ia merasa firman Tuhan yang dibacanya itu membebaskan seluruh bebannya. Ia menemukan pencerahan, bahwa manusia hanya dapat beriman, bahwa Allah tidak menuntut tetapi Ia memberi anugerah.

Karena itu yang menyebabkan timbulnya pembaharuan (reformasi) gereja adalah perbedaan antara teologia dan praktek gereja dengan ajaran Alkitab sebagaimana yang diketemukan oleh Luther. Tetapi pemicu reformasi gereja adalah gereja melakukan penjualan surat-surat penghapusan dosa. Di Jerman, banyak imam yang menjual surat-surat penghapusan dosa, salah satu yang terkenal adalah John Tetzel. Untuk itu Luther menentang dan menerbitkan 95 dalilnya yang di pintu gereja Wittenberg pada tanggal 31 Oktober 1517. Ia menegaskan, bahwa: “Bukan sakramen, tetapi imanlah yang menyelamatkan”.

Pada tahun 1519 Luther menyatakan bahwa Paus dapat keliru, dan juga keputusan konsili-konsili dapat salah. Dengan demikian seluruh tradisi gereja yaitu anggapan dan kebiasaan-kebiasaannya tidaklah mutlak sehingga harus diletakkan di bawah Alkitab. Selain itu Luther menegaskan bahwa Paus dan kaum rohaniawan tidak boleh berkuasa atas kaum awam, sebab setiap orang Kristen adalah imam dan ikut bertanggungjawab dalam gereja. Karena itu berkhotbah dan bercocok tanam sama tingkatannya. Hal sakramen, Luther menegaskan bahwa hanya sakramen baptisan dan perjamuan kudus yang memiliki dasar Alkitabiah. Tetapi sakramen tidak dianggap sebagai saluran anugerah ke dalam diri kita. Sakramen hanyalah tanda dari apa yang dinyatakan oleh Firman itu. Akibatnya gereja Roma dan Negara Jerman mengutuk dan mengucilkan Luther, tetapi raja Frederich tetap melindungi Luther. Tahun 1520 keluarlah bulla (surat resmi) dari Paus yang intinya meminta agar Luther menarik ajarannya jika ia tidak mau dikenai hukum gereja. Justru kemudian Luther melawan bulla dari Paus itu. Luther menyampaikan pembelaannya di hadapan kaisar dan raja-raja pada tanggal 18 April 1521. Kemudian keluarlah edik Worms yang menyatakan bahwa Luther bersama pengikutnya dikucilkan dari masyarakat dengan “kutuk kekaisaran”. Tetapi ia diselamatkan oleh raja Frederich yang Bijaksana dan disembunyikan di puri Wartburg untuk sementara waktu. Dalam persembunyiannya, Luther menterjemahkan PB ke dalam bahasa Jerman, dan membuat berbagai tulisan untuk perbaikan gereja, yang mana ia menegaskan bahwa Misa tidak harus dilayani dengan bahasa Latin tetapi dengan bahasa setempat. Selain itu Luhter menegaskan agar khotbah diberi tempat yang lebih wajar dalam kebaktian.

Reformasi: Yohanes Calvin
Yohanes Calvin (1509-1564) berlatar-belakang seorang sarjana hukum Perancis yang berminat dengan ilmu teologia. Setelah ia menjadi pengikut Luther, ia diusir dari tanah airnya dan menjadi Pendeta di kota Jenewa (Swiss). Tahun 1533, ia mengalami Allah telah menaklukkannya sehingga rela menjadi pelayannya. Tahun 1536, ketika ia masih berumur 26 tahun Calvin telah berhasil menyelesaikan kitabnya yang berjudul Institutio, yaitu pengajaran tentang iman Kristen. Calvin setuju dengan ajaran pembenaran karena iman, tetapi lebih dari pada itu ia menekankan penyucian atau kehidupan baru yang harus ditempuh oleh orang Kristen yang bersyukur karena Allah telah menyelamatkannya. Karena itu Calvin menegaskan agar jemaat hidup kudus. Jikalau jemaat melanggar kehidupan kudus tersebut, maka ia akan dikenai disiplin gereja. Untuk itu Negara dan pemerintah Jenewa ikut mengawasi kehidupan para anggota masyarakat. Tetapi Calvin menegaskan bahwa antara gereja dan Negara tidak berada lebih tinggi, tetapi keduanya berdampingan untuk melaksanakan kehendak Allah. Setelah itu Calvin diangkat menjadi Pendeta di kota Strrasburg. Di kota tersebut Calvin menciptakan suatu tata ibadah yang baru. Tata ibadah yang disusun Calvin masih tetap dipakai dalam kebanyakan gereja di Indonesia. Sikap Calvin terhadap warisan gereja Roma Katolik sangat keras. Ia melarang segala hal yang berhubungan dengan suasana gereja Katolik (lilin, pakaian khusus bagi pendeta, altar, patung-patung, bahkan salib-salib ditolak). Sejak tahun 1541 sampai meninggalnya pada tahun 1654, Calvin tinggal lagi di Jenewa. Selama itu ia melanjutkan usahanya untuk mengatur kehidupan jemaat: menyusun Tata Gereja yang baru, berjuang menentang segala sesuatu yang tidak sopan dalam jemaat agar nama Allah dihormati dalam seluruh kehidupan kota. Dalam tulisannya yang berjudul: Undang-Undang Gerejani, Calvin mengajarkan tentang jabatan Penatua dan Diaken (Syamas). Dengan pola jabatan gereja tersebut, maka Calvin telah menghapuskan batas antara klerus dengan awam. Sistem pemerintahan gereja inilah yang dikenal dengan sistem presbiterial. Pengaruh Calvin sangat besar di seluruh Eropa. Tahun 1539 didirikan universitas Jenewa yang menjadi tempat latihan bagi ratusan pendeta dari berbagai negeri. Sehingga kemudian lahirlah gereja-gereja “Calvinis” di berbagai tempat di dunia ini.


Kontra-Reformasi
Karena begitu banyak gereja yang melepaskan diri dari Roma Katolik, maka gereja Roma Katolik melakukan kontra-reformasi. Dalam kontra-reformasi dilakukan gerakan yang melawan pembaharuan gereja yang dipelopori oleh Luther dan Calvin. Tetapi serentak juga merupakan suatu pembaharuan terhadap internal gereja Roma Katolik. Tokoh penggempur untuk melawan gerakan reformasi adalah Ignatius dari Loyola dari Serikut Yesus (1491-1556). Konsili Trente menolak ajaran Reformasi. Selama tahun 1550-1700, gereja Roma Katolik melawan gerakan reformasi, tetapi tidak berhasil memusnahkan hanya mampu membatasi. Untuk itu gereja menegakkan konsili Trente dengan Inkwisisi agar jangan ada penyimpangan dari apa yang telah diputuskan oleh konsili Trente. Hukuman Inkwisisi tidak mengenal bulu sebab hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup dikenakan kepada siapa saja yang dianggap bersalah. Hasilnya perjuangan kontra-reformasi adalah kekuasaan gereja Roma dipulihkan dalam wilayah yang luas, hanya di beberapa tempat minoritas Protestan di Eropa Tengah tetapi Inggris dan Belanda tetap Protestan.


sumber : http://yohanesbm.com/index.php?option=com_content&task=view&id=131&Itemid=40


Tidak ada komentar: